Pada masa Bani Umayyah hanya mengenal dunia syair sebagai titik puncak
ekspresi seni, dikarenakan Bani Umayyah sangat resisten terhadap pengaruh
selain Arab. Berbeda dengan zaman Abbasiyah interaksi peradaban dan budaya
dengan bangsa non Arab, dimana
heterogintas etnis, suku bangsa, dan bahasa yang ada dilindungi, membawa pada
heterogonitas bahasa dan bentuk sastra. Heterogenitas ini membawa pada kekayaan
khazanah Islam pada masa Abbasiyah. Bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara
semakin menyebar, dan mendapatkan penyeimbang dari bahasa-bahasa lainnya,
seperti bahasa Persia, Turki, dan India. Kemajemukan bahasa membuka ruang bagi
tumbuh suburnya karya-karya kesusastraan.
Bermunculanlah
para sastrawan yang ahli di bidang seni bahasa ini baik puisi maupun prosa.
Wilayah kajian sastra tidak hanya puisi dan prosa tetapi sudah meluas dalam
bidang karya tulis lainnya. Sastrawan pada masa ini dianggap sebagai gudangnya
ilmu pengetahuan.
Masa golden
age Abbasiah pada berbagai bidang membawa kemajuan pesat dalam bidang
sastra. Masa Abbasiyah dapat dikatakan sebagai masa keemasan kesusastraan
Muslim masa klasik.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadi
perkembangan dunia sastra pada masa dinasti Abbasiyah, yakni 1) stabilitas
politik, 2) kemajuan sektor ekonomi (kesejahteraan masyarakat), 3)
Berkembangnya sistem pendidikan dan meningkatnya semangat pengembangan ilmu
pengetahuan, 4) interaksi antar budaya dan peradaban yang semakin meningkat,
dan 5) Popularitas para sastrawan, 6) kualitas karya sastra semakin
meningkat, dan 7) perkembangan variasi genre sastra, 8) apresiasi masyarakat
dan pemerintah yang tinggi terhadap karya sastra.

a.
Perkembangan Prosa
Secara garis besar sastra arab dibagi atas dua
bagian yaitu prosa dan syair. Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
a.
Kisah
(Qisshah), adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat
realistis maupun fiktif, disusun menurut urutan penyajian yang logis dan
menarik. Kisah meliputi Hikayat, Qissah Qasirah dan Uqushah.
Kisah yang berkembang pada masa abbasiyah tidak hanya terbatas pada cerita
keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal lain yang lebih luas, seperti
kisah filsafat.
b.
Amsal(peribahasa)
dan Kata mutiara (al-hikam) adalah ungkapan singkat yang bertujuan
memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak.
Amsal dan kata mutiara pada masa Abbasiyah dan sesudahnya lebih menggambarkan
pada hal yang berhubungan dengan filsafat, sosial, dan politik. Tokoh terkenal
pada masa ini adalah Ibnu Al-Muqoffal.
c.
Sejarah (tarikh),atau
riwayat (sirah). Sejarah atau riwayat
mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan para tokoh
terkenal. Karya sastra yang terkenal dalam bidang ini antara lain: adalah mu’jam al Buldan (ensiklopedi kota dan
negara) oleh Yaqut Al-Rumi (1179-1229). Tarikh Al-Hindi (sejarah India)
oleh Al- Biruni (w.448 H/ 1048 M). Karya Ilmiah (Abhas ‘Ilmiyyah)
mencakup berbagai bidang ilmu, diantaranya yang terkenal berkenaan dengan hal
ini adalah kitab al Hawayan (buku tentang hewan).
Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan
yang sangat menarik dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat,
kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari
bahasa asing. Muncul sastrawan-sastrawan dengan berbagai karyanya:
1)
Abdullah
bin Muqaffa (wafat tahun 143 H) buku prosa yang dirintisnya diantaranya Kalilab
wa Dimnab, terjemahan dari bahasa Sansekerta,
karya seorang filosof India bernama Baidaba, yang
kemudian disalinnyadalambahasa
Arab.
2)
Abdul
Hamid Al-Katib, sebagai
pelopor seni mengarang surat.
3)
Al-Jabidb (wafat
255H), karyanya memiliki nilai sastra
tinggi, sehingga menjadi bahasa rujukan dan bahan bacaan bagi para sastrawan
kemudian.
4)
Ibnu
Qutaibab (wafat 276 H). dikenal sebagai ilmuwan dan sastrawan yang sangat
cerdas dan memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa kesusastraan.
5)
Ibnu
Abdi Rabbib (wafat 328 H), seorang penyair yang berbakat memiliki kecendrungan
ke sajak drama. Sesuatu yang sangat langka dalam tradisi sastra Arab. Karya
terkenalnya adalah Al-Aqdul Farid,
semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu pengetahuan Islam.
Salah satu prosa terkenal dari masa ini
ialah ‘Kisah Seribu Satu Malam’.
b.
Perkembangan Puisi

a.
Penggunaan kata uslub dan ibarat baru
b.
Pengutaran sajak
lukisan yang hidup
c.
Penyusupan ibarat filsafat
d.
Kelahiran
kritikus sastra pada zaman ini
Tokoh penyair terkenal pada masa Bani Abbasiah adalah:
1)
Abu Nawas (145-198 H)
nama aslinya adalah Hasan bin Hani
2)
Abu’ At-babiyat
(130-211 H)
3)
Abu Tamam (wafat 232 H)
nama aslinya Habib bin Auwas At-Toba’i
4)
Dabal Al-Kbuza’i (wafat
246 H), nama aslinya Da’bal bin Ali
Razin dari Kbuza’ab. Penyair besar yang berwatak kritis.
5)
Al-Babtury (206-285 H),
nama aslinya Abu Ubadab Walid Al-Babtury Al-Qubtbany.
6)
Ibnu Rumy (221-283
H). nama aslinya Abu Hasan Ali bin Abbas. Penyair yang berani menciptakan
tema-tema baru.
7)
Al-Matanabby (303-354
H) nama aslinya Abu Thayib Ahmad bin
Husin Al-Kuft penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.
8)
Al-Mu’arry (363-449 H)
nama aslinya Abu A’la Al-Mu’arry. Penyair berbakat dan berpengetahuan luas.
c. Perkembangan Seni Musik
Seni musik berkembang pesat
di era keemasan Dinasti Abbasiyah.
Hal ini tidak lepas dari gencarnya penerjemahan risalah musik dari bahasa
Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain itu, sokongan dan dukungan para penguasa
terhadap musisi dan penyair membuat seni musik makin berkembang. Para khalifah
dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian yang sangat besar terhadap
musik.
Apalagi di awal perkembangannya, musik dipandang sebagai cabang dari matematika
dan filsafat. Boleh dibilang, peradaban Islam melalui kitab yang ditulis Al-Kindi merupakan yang pertama kali
memperkenalkan kata ‘musiqi’. Al-Isfahani (897 M-976 M) dalam Kitab Al-Aghani mencatat
beragam pencapaian seni musik di dunia Islam.
Selain itu, pada umumnya orang
Arab memiliki bakat musik, sehingga seni suara atau seni musik menjadi suatu
keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah. Diantara para pengarang
kitab musik adalah sebagai berikut:
a. Yunus bin Sulaiman (wafat tahun 765 M), pengarang teori musik pertama dalam
Islam. Karya musiknya sangat bernilai, sehingga banyak musikus Eropa yang meniru.
b. Kbalib bin Abmad (wafat tahun 791 M). mengarang buku-buku teori musik
mengenai not dan irama. Dijadikan sebagai bahan rujukan bagi sekolah-sekolah
tinggi musik di seluruh dunia.
c. Ishak bin Ibrahim Al-Mousuly (wafat tahun 850 M), telah berhasil
memperbaiki musik jahiliyah dengan sistim baru. Dia mendapat gelar ‘Raja
Musik’.
d. Hunain bin Isbak (wafat tahun 873 M). berhasil menerjemahkan buku-buku
teori musik karangan Plato dan Aristoteles.
e. Al-Farabi selain sebagai seorang filosof, ia juga dikenal sebagai seniman
dan ahli musik. Karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan menjadi
bahan rujukan bagi para seniman dan pemusik Eropa.
Masa keemasan Abbasiyah telah
menyumbangkan beragam warisan penting bagi masyarakat modern. Peradaban
dunia ternyata tak hanya berutang budi
karena telah menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan umat
Islam di zaman kekhalifahan, tapi juga di bidang musik dan seni rupa.
Pencapaian yang tinggi di bidang musik menunjukkan betapa masyarakat muslim
telah mencapai peradaban yang sangat tinggi di abad pertengahan.
![]() |
Perkembangan arsitektur pada masa Dinasti Bani yang berkuasa lebih dri 500
tahun telah meninggalkan warisan arsitektur Islam yang mengagumkan. Pembeda
arsitektur Abbasiyah dan Umayyah adalah pengaruh budaya lokal. Bangunan Umayyah
bercorak Arab-Romawi, sedangkan bangunan Abbasiyah bercorak Persia dan Asia
Tengah. Pada era itu, perkembangan arsitektur Islam yang begitu besar terlihat
pada berikut.
a.
Bangunan dan Aristektur Masjid
Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat Islam
yang merupakan bentuk menonjol dari Arsitektur Islam.
Beberapa mesjid yang didirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas:
1). Masjid
Samarra, di Baghdad.
Masjid Agung Samarra dibangun oleh Khalifah
Al-Mutawakkil pada 647 M. Bangunan masjid ini sangat unik, memiliki menara
berbentuk spiral tinggi 52 meter, terbuat dari batu bata bakar.

2). Masjid Ibn Thulun
Didirikan pada tahun
876 M oleh Ahmad bin Thulun, penguasa dinasti Thulun di Mesir. Masjid ini
terletak di Sayyeda Zainab, Kairo dan merupakan masjid ketiga terbesar
di Mesir sejak penaklukan Mesir oleh Islam.
Masjid ini dihiasi oleh
sejumlah ornamen khas Islam, disamping menaranya yang spesifik dengan tangga
yang melingkar.
b. Bangunan dan
Arsitektur Kota
1). Kota Baghdad
Pada 30 Juli 762 M, Khalifah Al-Mansur menemukan
sebuah lokasi di tepian Sungai Tigris yang cocok untuk menjadi ibu kota baru.
Khalifah memberi nama kota tersebut Madinat
al-Salaam, berarti Kota Perdamaian,
sekaligus menjadi nama resmi yang
tercetak di koin dinar dan dirham serta dalam penggunaan resmi. Namun
penduduknya menyebut nama kota itu Baghdad, nama desa terdekat dari kota
tersebut.

Desain kotanya berbentuk lingkaran dengan istana
setinggi 39 meter dan Masjid Agung sebagai pusatnya. Ketersediaan air terjamin.
Dibangun kanal pengangkut air dari
Sungai Tigris yang memenuhi kebutuhan kota.
Baghdad dikelilingi empat tembok besar. Baghdad tumbuh
menjadi kota yang makmur dan sejahtera, bergelimang gading, emas, sutra,
rempah-rempah, mutiara, serta permata dari Afrika, India, dan timur jauh.
Lokasi Baghdad di tepian Sungai Tigris yang berhubungan dengan laut Arab
menjadikan Baghdad pusat perdagangan.
Terinspirasi oleh perpustakaan Persia yang memiliki
koleksi lengkap, Al-Mansur menginginkan adanya perpustakaan di kota baru itu.
Buku-buku ilmu pengetahuan dari umat Hindu, bangsa Persia, dan Yunani kuno
dikumpulkan, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang menghabiskan waktu
seratus tahun.

Kota Samara pernah menjdi Ibu kota Dinasti
Abbasiyah menggantikan kota Baghdad. Pembangunan besar-besaran terjadi pada zaman
Khalifah Al-Mu;tasim pada 221 H/836 M. Samarra kemudian menjadi pusat
pemerintahan tujuh khalifah Abbasiyah dan kota kebanggaan dengan istana-istana
indahnya. Khalifah Al-Mu’tasim mendirikan istana al-Jawsaq
dan Khalifah Al-Wasiq, membangun istana al-Haruni. Khalifah Al-Mutawakkil
bahkan sempat membangun 24 istana, di antaranya adalah Balkawari, alArus, al-Mukhtar dan al-Wahid. Sementara Al-Mutamid, khalifah terakhir membangun istana al-Masyuq.
Samarra,
sekitar 124 km utara Baghdad, adalah salah satu dari empat Kota Suci
Islam Irak, dan dianggap sebagai kota kuno terbesar yang diketahui di seluruh
Dunia dengan reruntuhan yang megah yang memanjang sekitar 9 km dan 34 km
horisontal vertikal di sepanjang timur tepi Tigris.
c. Bangunan dan
Arsitektur Istana
Seni bangunan istana
khalifah Abbasiyah mempunyai ciri khas
dan gaya tersendiri, dalam pintu pilar, lengkung kubah, hiasan lebih bergantung
(muqarnas hat). Pemerintah dinasti
Abbasiyah adalah kota Baghdad, yang dibangun Al-Mansur (136-158 H/754-775). Tempat lokasi di tepi sungai Eufrat (Furat) dan
Dajlah (Tigris). Pembangunan ini diarsiteki oleh Hajjaj bin Artbab dan Amran bin Wadldlah.
Tepat
di tengah Kota Baghdad didirikan istana khalifah yang bernama Al-Qasr
Az-Zahabi (Istana Emas), melambangkan keagungan dan kemegahan, luasnya
sekitar 160.000 Hasta persegi. Dibangun juga masjid raya bernama Masjid Jami'
Al-Mansur, di depannya memiliki luas areal sekitar 40.000 hasta persegi. Tak
ketinggalan dibangun perumahan penduduk, pasar, dan kantor-kantor pemerintahan.
Sekitar tahun 157 H, Al-Mansur membangun
istana baru di luar kota yang diberi nama Istana abadi (Qasbrul Khuldi) khalifah Al-Mansur membagi kota Baghdad menjadi
empat daerah, yang masing-masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan tiap-tiap
daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri
yaitu daerah otonom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar