Ilmu agama yang
dimaksud disini adalah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup
keislaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al-Qur’an. Ilmu agama telah berkembang sejak masa Dinasti Umayyah. Namun, pada
masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang luar biasa.
Masa ini melahirkan ulama-ulama besar dan karya-karya yang agung dalam berbagai
bidang ilmu agama. Diantara ilmu pengetahuan di
bidang agama yang berkembang dan sangat maju adalah ilmu-ilmu sebagai berikut:
![]() |
Hadist
merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadis yang merupakan tradisi lisan sejak masa Rasulullah, sahabat hingga tabi’in
telah mengalami banyak permasalahan. Diantaranya adalah pemisahan antara Hadist
dengan qaul sahabat, klasifikasi
Hadist, dan pemalsuan Hadist. Untuk mengatasi hal tersebut, para ulama
melakukan penelusuran dan pengklasifikasian Hadits-hadist Rasul tersebut. Dalam sejarah perkembangan ilmu Hadist, kodifikasi dan
klasifikasi terhadap Hadist sudah dimulai pada masa Dinasti Bani Umayah, di bawah
kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa Dinasti Abbasiyah
dilakukan kodifikasi Hadist-hadist didasarkan pada metode kritik matan dan
kritik sanad. Untuk menentukan keabsahan dan keotentikan suatu Hadist para
ulama meneliti dan mengkaji dengan sungguh-sungguh hadist dari segi sanad,
rawi, dan matan (sifat dan bentuk hadist. Para ulama Hadist kemudian menghimpun Hadist-hadist rasul ke
dalam berbagai kitab, berupa Sahih, Sunan dan Musnad.
Usaha ini diawali
oleh Ishak bin Rawaih (guru Imam Bukhari), yang meminta murid-muridnya untuk
menulis kitab yang menghimpun hadis-hadis shahih. Imam Bukhari dan Muslim kemudian menulis
kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Berikutnya Abu Dawud, Tirmizi,
Nasa'i dan Ibnu Majah yang menyusun kitab Sunan. Dari dua kitab Sahih
dan empat Sunan, disebut dengan Kutubus-sittah (Enam Kitab Induk Hadis). Adapun
kitab musnad disusun oleh Ahmad bin Hanbal, Musa Al-Abasi, Musaddad
al-Basri Asad bin Musa dan Nu'aim bin Hamad al-khaza'i.
Di antara
kitab-kitab Hadist yang berkembang,
kutubusittah merupakan salah satu di antara kitab hadis yang paling populer
dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Di antara ulama bahkan mengatakan
tidak ada kitab yang paling sahih setelah Al-Qur’an selain kitab Shahih
Al-Bukhari. Anggapan ulama bahwa kitab Shahih Imam al-Bukhari ini memiliki
akurasi yang tinggi, bukan tanpa alasan. Tetapi, memang dipahami dari metode
Imam al-Bukhari sendiri di dalam menyeleksi Hadist-hadist yang dimasukan ke dalam kitab Shahih-nya. Dengan demikian pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah
meninggalkan khazanah yang yang tak ternilai harganya yakni, para ahli Hadist yang termashur.
a. Imam Bukhari, karyanya adalah kitab Jami’ Sahih Al-Bukhari.
b.
Imam
Muslim, kitab karangannyaSahih
Muslim.
c.
Ibnu
Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
d.
Abu
Dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
e.
Imam
Tirmizi, karyanya Sunan At-Tirmizi.
f.
Imam
Nasa’i, karyanya Sunan
An-Nasa’i
![]() |
Pada masa
Abbasiyah ilmu tafsir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan
dilakukannya penafsiran secara sistematis, mandiri dan komprehensif, terpisah
dari hadist. Pada masa ini terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir
dalam melakukan penafsira ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode Tafsir bil Ma’tsur, yaitu metode penafsiran oleh sekelompok
mufassir dengan cara memberi penafsiran al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan
para sahabat. Tokoh-tokohnya adalah Al-Subhi (w.127 H), Muqatil Bin Sulaiman
(w.150 H), Muhammad Bin Ishaq, dan yang cukup termasyhur adalah At-Tabari. Nama lengkap Abu Ja'far Muhammad At-Tabari. At-Tabari
menyusun kitab tafsir berjudul Jami' Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an
(Himpunan Penjelasan dalam Al-Qur'an) yang corak penafsiran adalah tafsir
bil ma'tsur (penafsiran dengan menyandarkan pada ayat Al-Qur'an, hadis dan
ijtihad sahabat).
Kedua, Tafsir bi Al-Ro’yi, yaitu penafsiran berdasarkan
ijtihad. (akal lebih banyak dari pada Hadist). Tokohnya-tokohnya
adalah Abu Bakar Al-Asham (w 240 H) dan Abu Muslim Al-Asfahani (w. 322 H).
Corak penafsiran bil Ar-Ra’yi ini
kemudian melahirkan kelompok-kelompok yang tidak terikat oleh Hadist maupun
perkataan sahabat, dan mendapatkan perkembangan ilmu baru yang disebut Ilmu
Kalam.
Menurut A. Hasymy, lahirnya ilmu kalam karena dua faktor yaitu:
a. Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat
b.
Karena
semua masalah termasuk masalah agama, telah berkisar dari pola rasa kepada pola
akal dan ilmu.
![]() |
Dalam sejarah perkembangan Ilmu fikih, pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan gemilang. Dipandang sebagai periode kesempurnaan, yakni periode munculnya imam-imam mujtahid besar. Pada masa ini
juga disebut sebagai periode pembinaan dan pembukuan hukum Islam. Penulisan dan pembukuan hukum Islam dilakukan
secara intensif, baik berupa penulisan Hadist-hadist nabi, fatwa-fatwa para
sahabat dan tabi’in, tafsir Al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam
fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.
Munculah ulama yang dikenal
dengan sebutan “Empat Imam Mazhab’’, yang
menyusun kitab-kitab fiqih terkenal dan mengembangkan faham/mazhabnya,
yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal.
a.
Imam Abu Hanifah, karyanya Fiqhu Akbar, Al-Alim Wal Musta’an, dan Al-Masad.
b.
Imam Malik, karyanya Kitab Al-Muwatta’, dan Al-Usul
As-Sagir.
c.
Imam Syafi’I, karyanya Al-Umm,
Al-Ar-Risalah, dan Usul Fiqih.
d.
Imam Ahmad Ibnu Hambal, karyanya Al-Musnad, Jami’ As-Sagir, dan Jami’
Al-Kabir.
Fuqaha dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Ahl
al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam
mengambil hukum (istinbath al-hukum)
b. Ahl-al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam
mengambil hokum (istinbath al-hukm). Tokoh dalam bidang ini
adalah Imam Abu Hanifah.
Diantara faktor
lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu
pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:
a. Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh
khususnya.
b. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah
diantara para ulama.
c.
Telah
terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Qur’an (pada masa
khalifah rasyidin), Hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan
Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan
muridnya Mujahid(w104H) dan kitab-kitab lainnya.
![]() |
Semakin berkembangnya kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofis
menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat Islam, sehingga banyak diantara
para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain, diantaranya gerakan
yang kemudian disebut dengan tasawuf. Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya
menjauhkan diri dari kesenangan dunia dan mendekatkan diri kepada Allah.
Upaya menjauhkan diri dari kesenangan duniawi yang
menggoda dan hanya mendekatkan diri
kepada Allah dalam tradisi tasawuf dilakukan melalui jalan atau tahapan-tahapan
yang disebut maqam. Tahapan atau maqam yang mesti dilalui oleh para sufi
adalah:
a. Zuhud,adalah kehidupanyang telah terbebas dari silaunya
duniawi. Tokoh yang masuk kategori ini adalah Sufyan As-Sauri (97-161 H/716-778
M), Abu Hasyim (w. 190 H)
b. Mahabbah, adalah rasa cinta yang sangat mendalam kepada
Allah SWT. Tokoh terkenal adalah Rabi’ah A-Adawiyah (w. 185 H/801 M)
c. Ma’rifat,
adalah pengalaman ketuhanan. Pada ucapan Zun Nun Al-Misri dan Junaid
Al-Baghdadi. Zun Nun Al–Misri lahir di Akhmim pada tahun 155-245 H / 772-860 M.
d. Fana dan baqa,
adalah suatu keadaan dimana seorang sufi belum dapat menyatukan dirinya dengan
Tuhan sebelum menghancurkan dirinya. Tokoh pertama kali adalah Abu Yazid
al-Bustami (w.874 M).
e. Ittihad
dan hulul, adalah fase dimana seorang sufi telah merasakan
dirinya bersatu dengan Tuhan. Tokohnya adalah Abu Yazid al-Bustami
Tokoh-tokoh
sufi terkenal lainnya, yang memberikan sumbangan besar dalam karya tasawuf
adalah: Al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf
adalah Ihya
ulum al-din lmu Tasawuf, al Bashut,
al Wajiz; Al Qusyairy (wafat 465 H), karyanya: Ar Risalatul Qusyairiyah; Syahabuddin
(wafat 632 H), karangannya, Awariful Ma’arif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar