1. Administrasi pemerintahan dan Militer
Agar semua kebijakan pemerintahan
berjalan dengan baik dan lancar,
kekhalifahan Dinasti Abbasiyah memperbaharui administrasi pemerintahan,
sistem politik dan tatanan kemiliteran. Kalifah
Al-Mansur, melakukan perbaikan administrasi pemerintahan guna
meningkatkan pelayanan publik melalui sistem koordinasi dan kerja sama lintas
sektoral, misalnya kerjasama antara Qadhi dengan polisi rahasia, dewan pajak
dan kepala jawatan pos. Khalifah Al-Mahdi, membuat dewan
korespondensi/kearsipan (dewan at-tawqi)
yang menangani surat menyurat dan ketetapan khalifah, dewan pengawas (dewan az-zimani), dewan
penyelidik kekuasaan, depertemen kepolisian dan pos, dan pengadilan tingkat
tinggi. Khalifah Harun Ar-Rasyid melengkapi dengan melakukan perbaikan
pengelolaan Baitul Maal untuk
kepentingan masyarakat yang membutuhkan.
Pada masanya juga membentuk departemen pertahanan dan keamanan, disebut diwanul jundi untuk mengatur organisasi militer dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemiliteran dan pertahanan keamanan. Organisasi militer
terdiri dari pengawal khalifah (haras), pasukan tetap (jund), pasukan sukarela
(thawwi’ah), dan pasukan reguler yang
terdiri dari pasukan infanteri (harbiyyah), pasukan pemanah (ramiyah), dan pasukan kavaleri (fursan). Semua pasukan ini didominasi oleh
orang-orang Persia, bukan bangsa Arab.Ada juga dari para relawan yang direkrut dari orang Badui, para petani, dan orang kota melalui disiplin tinggi dan pelatihan militer. Karenanya pada masa Ar-Rasyid kekuatan militernya sangat dikagumi dan
disegani, menjadikan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah membentang dari Afrika Utara sampai Hindukush,
India.Afrika disebelah barat gurun Libya bersama dengan Sisilia, Mesir, Suriah,
palestina, Hijaz dan Yamamah, Yaman dan Arab Selatan, Bahrain dan Oman, Sawat
atau Irak. Adapun secara keseluruhan
wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah masa kekhalifahan
Baghdad meliputi Saudi Arabia, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Quait, Iraq, Iran,
Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Libia, Turki, Armenia, Tunisia, Al-Zajair,
Maroko, Spanyol, Afganistan, Pakistan dan sekitar daerah laut Kospra. Namun
seluruh daerah kekuasaan di atas tidak seluruhnya di bawah kekuasaan Abbasiyah,
seperti Andalusia (Spanyol), Afrika Utara, Syam, dan India, dan lainnya. Hal
ini dikarenakan dinasti ini menerapkan sistim demokrasi yang merata, bukan
dipegang oleh bangsa Arab sendiri. Sehingga setiap daerah memiliki wewenang
untuk memimpin daerahnya masing-masing.
![]() |
Sebagaimana telah disebutkan pada
tema silsilah kekhalifahan Dinasti Bani Abbasiyah, dimana sejarawan membagi
kepada 4 (empat) periode, maka sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah pun
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,dan budaya.
1)
Pada Periode I atau periode pengaruh
Arab dan Persia I, pada tahun 132-232 H/750-847 (seiring meninggalnya khalifah Al-Wasiq), sebagai berikut:
2)
Khalifah
dibantu oleh wazir, gubernur, menteri, dan para panglima memegang penuh
kekuasaan.
3)
Kegiatan
politik, sosial, ilmu pengetahuan dan kebudayaan berpusat di ibu kota
negara, Baghdad.
4)
Ilmu pengetahuan dijadikan sebagai suatu hal yang
sangat penting.
5)
Kebebasan berpikir dijunjung tinggi dan diakui
sepenuhnya.
6)
Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh
dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memiliki peranan yang penting
dalam membina peradaban Islam
7)
Periode II atau
periode pegaruh Turki I, yakni tahun 232-334 H/847-945 M dimana Khalifah
Al-Mutawakkil memegang kekhalifahan; Periode III atau periode pengaruh
Persia II (334-447 H/945-1055 M), yakni kekuasaan dinasti Bani Buwaihi
dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; Periode IV atau periode pengaruh Turki
II(447-590 H/1055-1194 M), yakni masa kekuasaan daulat Bani Seljuk dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah sampai datangnya pengaruh lain seperti invasi
dari bangsa Tar-Tar dan ekspansi bani Utsmani, sebagai berikut:
8)
Kekuasaan khalifah mulai melemah, bahkan hanya sebatas
lambang (formalitas) saja.
9)
Berdirinya daulah Umayyah II di Andalusia yang
mengangkat Abdurrahman Al-Nasir.
10)
Afrika Utara
terbagi menjadi daulah Idrisiyyah di Maroko, Aghlabiyah di Tunisia, dan
Ikhsyidiyah di Mesir.
11)
Kota Baghdad
tidak lagi menjadi pusat peradaban dan kota internasional
12)
Ilmu pengetahuan semakin melesit dan berkembang
seiring dengan keadaan politik dan militer merosot.
13)
Golongan Syiah Ismailiyah mendirikan daulah Fatimiyyah
dan mengangkat Ubaidillah al-Mahdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar